Rabu, 19 Februari 2014

Renungan Ibu

Suatu ketika, seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia…

Menjelang diturunkan, ia bertanya pada Tuhan  : “Para malaikat disini mengatakan, bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia..Tapi bagaiman cara saya hidup disana?  Saya begitu kecil dan lemah” kata si bayi.

Tuhan menjawab, “ Aku akan mengirimkan seorang malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu”.

“Tetapi di Surga, yang saya lakukan adalah bermain, bernyanyi dan tertawa,ini sudah cukup bagi saya untuk bahagia”, demikian kata sang bayi.

Tuhan pun menjawab, “Malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiao hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan jadi lebih berbahagia…”

Si bayi pun bertanya kembali, “Dan apa yang dapat saya lakukan saat saya ingin berbicara kepada MU?”

Sekali lagi Tuhan menjawab, “Malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa”.

Si bayi pun masih belum puas, Ia pun bertanya lagi, “Saya mendengar bahwa di bumi banyak orang jahat, siapa yang akan melindungi saya?”.

Dengan penuh kesabaran, Tuhanpun menjawab, “Malaikatmu akan melindungimu dengan taruhan jiwanya sekalipun”.

Si  bayipun tetap belum puas dan melanjutkan pertanyaannya, “Tapi saya akan bersedih karena tidak melihat Engkau lagi”.

Dan Tuhanpun menjawab, “Malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang Aku, dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepada Ku, walaupun sesungguhnya Aku selalu berada disisimu.”

Saat itu, surga begitu tenangnya, sehingga suara dari bumi dapat terdengar dan sang bayi dengan suara lirih bertanya, “Tuhan….. Jika saya harus pergi sekarang, bisakah Engkau memberitahuku siapa nama malaikat dirumahku nanti?”….

Tuhan pun menjawab, “Kamu dapat memanggil malaikatmu………………..IBU….”

Kenanglah Ibu yang menyayangimu, untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika kau pergi…

Ingatkah engkau ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu..

Ingatkah engkau ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu?...

Dan ingatkah engkau ketika air mata menetes dari mata ibumu ketika ia melihatmu terbaring sakit?..

Sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmy di rumah tempat kau dilahirkan..

Kembalilah memohon maaf pada ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu.  Jangan biarkan engkau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan dimasa dating, ketika ibu telah tiada………….

Tak ada lagi yang berdiri di depan pintu menyambut kita.  Tak ada lagi senyuman indah… tanda bahagia. Yang ada hanyalah kamar kosong tiada penghuninya.  Yang ada hanyalah baju yang digantung dilemari kamarnya.

Tak ada lagi dan tak aka nada lagi yang meneteskan air mata mendo’akanmu di setiap hembusan nafasnya..

Kembalilah segera… peluklah ibu yang selalu menyayangimu…

Ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik diakhir hayatnya.  Kenanglah semua cinta dan kasih sayangnya….

Semoga bisa jadi renungan buat kita semua, ....



Anakku...

Anakku...

Ketika aku semakin dimakan usia, banyakkanlah bersabar dan cobalah fahami diriku…

Andainya aku tidak mampu lagi memakai pakaianku sendiri… bersabarlah. Sesungguhnya aku pernah mengajarimu hal yang sama tanpa rasa jemu.

Andainya ketika aku berbicara denganmu, aku mengulangi benda yang sama beberapa kali… jangan hentikanku… tapi cobalah dengarkan aku.  
Karena suatu masa dahulu, aku senantiasa mendengar tangisanmu…

Ketika aku tidak mau mandi, jangan permalukan aku atau berteriak padaku…
Karena suatu masa dahulu, aku pernah beberapa kali membujukmu supaya kau membersihkan dirimu…

Apabila kau melihat betapa aku tidak mengetahui tentang suatu hal… berilah aku waktu yang cukup untuk memahami dan jangan sesekali melihatku dengan pandangan sinis…
Karena aku pernah membuat kau faham tentang banyak hal… memakan makanan yang baik, memakai pakaian dengan benar… menghadapi hidup…

Saat aku lupa tentang sesuatu perkara yang kau coba ingatkan… berilah sedikit ruang untuk aku mengingatnya… dan jika aku tidak mampu, janganlah marah… karena perkara yang paling penting bukanlah ucapanku tetapi tentunya untuk bersamamu…

Jika aku tidak mau makan, janganlah paksa. Sesungguhnya aku tahu bila aku merasa lapar.
Bila aku tak mampu berjalan, jangan biarkan aku terus berjalan sendirian...
…tetapi tuntunlah aku… sebagaimana yang telah aku lakukan ketika kau baru mulai belajar berjalan.


Dan apabila aku mengatakan padamu yang aku tidak mau hidup lagi… janganlah marah… karena suatu hari nanti kau akan mengerti…
Bahwa usiaku pada saat ini bukanlah masa untuk menikmati hidup, tetapi bersiap untuk menemuiNya.
Suatu hari nanti kau akan faham bahwa walau banyak bagaimanapun kekhilafanku, aku senantiasa inginkan yang terbaik buatmu..

Janganlah kau sedih, marah atau benci apabila bersamaku. Bahkan kau perlu senantiasa di sisiku, dan memahamiku sebagaimana aku telah memahamimu semasa kau kecil..

Bantulah aku berjalan… dan bantulah aku untuk mengakhiri perjalananku dengan kasih dan kesabaranmu. Aku pasti akan membayar masa yang kau habiskan untukku dengan senyuman tulus yang slalu ada buatmu.

Harus kau tahu aku menyayangimu…
                                                                
Ibu & Bapamu


Kisah Adam dimulai

“Bapaaaak!”

Aku tersenyum sambil merentangkan kedua tanganku.  Kulihat Abdi, anak laki-lakiku berlari keluar dari ruang kelasnya sambil berteriak memanggilku. 

Ya, hari itu adalah hari pertama anakku masuk Taman Kanak-kanak dan hari itu pula aku sengaja pulang cepat dari tempat kerja khusus untuk menjemput anakku.  Maksudnya, sebagai kejutan pada anakku bahwa ternyata bukan Ibunya yang datang menjemputnya.  Lagipula, aku tak ingin kehilangan momen saat-saat pertama anakku masuk sekolah. 

“Jangan lari, Nak!” seruku.  Tapi terlambat, anakku sudah keburu datang dan langsung memeluk tubuhku yang nyaris terhuyung kebelakang karena tubrukannya.

“Bapak nggak kerjakah?”  tanyanya.

“Nggak,” jawabku sambil menggendongnya. “Bapak mau lihat Abdi pake baju sekolah….”

Anakku nampaknya merasa risih dengan perlakuanku, dan dia sedikit berontak agar aku segera menurunkan tubuhnya.  Wuih, anakku sudah besar. 

Ketika kuturunkan, Abdi langsung menarik tanganku dan menyeretku ke halaman sekolah barunya dimana terdapat arena permainan untuk anak-anak TK.

“Pak, Abdi mau main ayunan dulu, ya?” pintanya.  

Belum lagi pintanya kujawab, ia sudah duduk di atas ayunan, dan dengan lincahnya menggoyang-goyangkan kaki dan tubuhnya agar ayunan itu bergerak turun naik.  Lalu aku mengambil tempat di ujung lainnya dan membuatnya terangkat dengan menjejakkan kakiku.

“Abdi senang masuk sekolah?” tanyaku.

“Ya,” jawabnya sambil terus asyik di atas ayunan.  “Nanti sore Abdi mau sekolah lagi, ya, pak.”

Spontan aku tertawa mendengar ucapan lugunya. “Nggak, lah, cukup pagi aja sekolahnya.”

“Oh...” katanya tetap dengan wajah lugu, lalu kulihat ia memandang ke arah luar sekolahnya, “Pak, Abdi minta dibelikan mainan, ya?”

“Emang dimana belinya?”

Anakku memberi isyarat dengan kepalanya, agar aku memandang ke arah luar sekolah, dimana ada beberapa orang penjual makanan dan minuman dan seorang penjual mainan yang tengah dikerumuni oleh anak-anak lainnya, bercampur baur dengan orang tua mereka, “Tuh!”

“Ya, udah.  Pilih sendiri, ya…”

“Ya,” jawabnya singkat.

Abdi pun berlari meninggalkanku di halaman sekolahnya ke arah si penjual mainan, sementara aku hanya memandangi dan memperhatikannya memilih mainan yang diinginkannya.

Ya Allah…. Aku tak percaya pada apa yang kurasakan.  Rasanya seperti mimpi.  Perasaan baru kemarin aku menimangnya, menyanyikan lagu-lagu “Nina Bobo”, kidung-kidung shalawat dan ucapan-ucapan lembut, menenangkannya ketika ia tidak bisa tidur karena sakit.  Aku ingat, betapa rasa lelahku sepulang kerja lenyap seketika begitu mendengar suaranya memanggilku, dan langkah-langkah kecilnya waktu itu mendatangiku dengan wajah rindu. 

Dulu, aku sering mendengar sebuah kisah yang pernah terjadi di bumi ini yang berulang-kali diceritakan oleh ayahku sesaat sebelum aku memejamkan mata.  Kisah tentang adanya seorang manusia yang bernama Adam, yang hidup dalam sebuah dunia yang disebut Surga.  Sebuah dunia dimana segala solusi selalu ada, sebuah dunia dimana kita bisa menikmati gemericik suara air yang mengalir,  menghirup udara yang sejuk, pepohonan yang rimbun, sinar matahari yang teduh, yang tidak ada duka dan kecemasan didalamnya, dan yang ada hanya kesenangan.

Waktu itu, ayah berkata bahwa aku adalah seorang "Adam" yang berada di surga.  Suatu ketika nanti, aku akan turun dari surga dan akan melakukan sebuah petualangan besar di sebuah planet yang lain dengan keindahannya sendiri

Tanpa terasa, waktu itupun tiba.  Kisah pun terulang kembali.  Petualanganku diplanet yang dikatakan ayah kini sedang kujalani dan kunikmati, sementara peran "Adam" telah digantikan oleh anakku.  Ya…Anakku kini berperan sebagai "Adam" yang berada di surga, tidak ada kesusahan di hatinya, yang ada hanyalah kesenangan.  Tidak ada ketakutan di hadapannya, yang ada hanyalah rasa aman.  Apa yang diminta selalu ada, tinggal minta.  Tak perduli apakah orang tuanya mampu atau tidak, sanggup atau tidak.  Yang jelas, inilah surganya.  Surga yang berisi solusi dari segala permasalahannya.  

Kelak, bila waktunya tiba, anakku pun akan sepertiku.  Ditakdirkan akan turun dari surga yang ditempatinya sekarang untuk memulai sebuah petualangan.  Suasana dimana keadaan tempat barunya lebih ekstrim, suasana yang penuh perjuangan, pertengkaran, perkelahian, rebutan dan saling bermusuhan satu dengan yang lain.  Dan sebelum waktu itu tiba, aku harus sudah menyiapkannya bekal untuknya.  Sampai ia tiba disebuah kebun berisi buah kehidupan bersama dengan hawa yang akan menemaninya sampai batas waktu yang ditentukan dan menjalani petualangan besar dibuminya sendiri.           

“Bapaaaak!”

Ups… aku tersadar begitu terdengar suaranya memanggilku.  Lalu buru-buru aku mendatanginya.

“Mau mainan apa?” tanyaku.

“Ini!” katanya sembari menyodorkan sebuah mobil-mobilan. 

Aku pun membayar sesuai harga mainan yang dipilih anakku.

“Pulang, yuk!” ajakku kemudian, “Ibu sudah nunggu Abdi dirumah.” 

Lapat-lapat, kudengar hatiku berbicara melantunkan sebuah ayat dari kitab suci :


"Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua  di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim." QS. Al A'raf : 19