Rabu, 19 Februari 2014

Kisah Adam dimulai

“Bapaaaak!”

Aku tersenyum sambil merentangkan kedua tanganku.  Kulihat Abdi, anak laki-lakiku berlari keluar dari ruang kelasnya sambil berteriak memanggilku. 

Ya, hari itu adalah hari pertama anakku masuk Taman Kanak-kanak dan hari itu pula aku sengaja pulang cepat dari tempat kerja khusus untuk menjemput anakku.  Maksudnya, sebagai kejutan pada anakku bahwa ternyata bukan Ibunya yang datang menjemputnya.  Lagipula, aku tak ingin kehilangan momen saat-saat pertama anakku masuk sekolah. 

“Jangan lari, Nak!” seruku.  Tapi terlambat, anakku sudah keburu datang dan langsung memeluk tubuhku yang nyaris terhuyung kebelakang karena tubrukannya.

“Bapak nggak kerjakah?”  tanyanya.

“Nggak,” jawabku sambil menggendongnya. “Bapak mau lihat Abdi pake baju sekolah….”

Anakku nampaknya merasa risih dengan perlakuanku, dan dia sedikit berontak agar aku segera menurunkan tubuhnya.  Wuih, anakku sudah besar. 

Ketika kuturunkan, Abdi langsung menarik tanganku dan menyeretku ke halaman sekolah barunya dimana terdapat arena permainan untuk anak-anak TK.

“Pak, Abdi mau main ayunan dulu, ya?” pintanya.  

Belum lagi pintanya kujawab, ia sudah duduk di atas ayunan, dan dengan lincahnya menggoyang-goyangkan kaki dan tubuhnya agar ayunan itu bergerak turun naik.  Lalu aku mengambil tempat di ujung lainnya dan membuatnya terangkat dengan menjejakkan kakiku.

“Abdi senang masuk sekolah?” tanyaku.

“Ya,” jawabnya sambil terus asyik di atas ayunan.  “Nanti sore Abdi mau sekolah lagi, ya, pak.”

Spontan aku tertawa mendengar ucapan lugunya. “Nggak, lah, cukup pagi aja sekolahnya.”

“Oh...” katanya tetap dengan wajah lugu, lalu kulihat ia memandang ke arah luar sekolahnya, “Pak, Abdi minta dibelikan mainan, ya?”

“Emang dimana belinya?”

Anakku memberi isyarat dengan kepalanya, agar aku memandang ke arah luar sekolah, dimana ada beberapa orang penjual makanan dan minuman dan seorang penjual mainan yang tengah dikerumuni oleh anak-anak lainnya, bercampur baur dengan orang tua mereka, “Tuh!”

“Ya, udah.  Pilih sendiri, ya…”

“Ya,” jawabnya singkat.

Abdi pun berlari meninggalkanku di halaman sekolahnya ke arah si penjual mainan, sementara aku hanya memandangi dan memperhatikannya memilih mainan yang diinginkannya.

Ya Allah…. Aku tak percaya pada apa yang kurasakan.  Rasanya seperti mimpi.  Perasaan baru kemarin aku menimangnya, menyanyikan lagu-lagu “Nina Bobo”, kidung-kidung shalawat dan ucapan-ucapan lembut, menenangkannya ketika ia tidak bisa tidur karena sakit.  Aku ingat, betapa rasa lelahku sepulang kerja lenyap seketika begitu mendengar suaranya memanggilku, dan langkah-langkah kecilnya waktu itu mendatangiku dengan wajah rindu. 

Dulu, aku sering mendengar sebuah kisah yang pernah terjadi di bumi ini yang berulang-kali diceritakan oleh ayahku sesaat sebelum aku memejamkan mata.  Kisah tentang adanya seorang manusia yang bernama Adam, yang hidup dalam sebuah dunia yang disebut Surga.  Sebuah dunia dimana segala solusi selalu ada, sebuah dunia dimana kita bisa menikmati gemericik suara air yang mengalir,  menghirup udara yang sejuk, pepohonan yang rimbun, sinar matahari yang teduh, yang tidak ada duka dan kecemasan didalamnya, dan yang ada hanya kesenangan.

Waktu itu, ayah berkata bahwa aku adalah seorang "Adam" yang berada di surga.  Suatu ketika nanti, aku akan turun dari surga dan akan melakukan sebuah petualangan besar di sebuah planet yang lain dengan keindahannya sendiri

Tanpa terasa, waktu itupun tiba.  Kisah pun terulang kembali.  Petualanganku diplanet yang dikatakan ayah kini sedang kujalani dan kunikmati, sementara peran "Adam" telah digantikan oleh anakku.  Ya…Anakku kini berperan sebagai "Adam" yang berada di surga, tidak ada kesusahan di hatinya, yang ada hanyalah kesenangan.  Tidak ada ketakutan di hadapannya, yang ada hanyalah rasa aman.  Apa yang diminta selalu ada, tinggal minta.  Tak perduli apakah orang tuanya mampu atau tidak, sanggup atau tidak.  Yang jelas, inilah surganya.  Surga yang berisi solusi dari segala permasalahannya.  

Kelak, bila waktunya tiba, anakku pun akan sepertiku.  Ditakdirkan akan turun dari surga yang ditempatinya sekarang untuk memulai sebuah petualangan.  Suasana dimana keadaan tempat barunya lebih ekstrim, suasana yang penuh perjuangan, pertengkaran, perkelahian, rebutan dan saling bermusuhan satu dengan yang lain.  Dan sebelum waktu itu tiba, aku harus sudah menyiapkannya bekal untuknya.  Sampai ia tiba disebuah kebun berisi buah kehidupan bersama dengan hawa yang akan menemaninya sampai batas waktu yang ditentukan dan menjalani petualangan besar dibuminya sendiri.           

“Bapaaaak!”

Ups… aku tersadar begitu terdengar suaranya memanggilku.  Lalu buru-buru aku mendatanginya.

“Mau mainan apa?” tanyaku.

“Ini!” katanya sembari menyodorkan sebuah mobil-mobilan. 

Aku pun membayar sesuai harga mainan yang dipilih anakku.

“Pulang, yuk!” ajakku kemudian, “Ibu sudah nunggu Abdi dirumah.” 

Lapat-lapat, kudengar hatiku berbicara melantunkan sebuah ayat dari kitab suci :


"Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua  di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim." QS. Al A'raf : 19





Tidak ada komentar:

Posting Komentar